Tokoh
Ilmu Perpustakaan dan Teorinya/Karyanya
Bagi
seseorang yang berada ataupun bisa dibilang cinta di dunia perpustakaan baik itu mahasiswa
perpustakaan maupun pustakawan itu
sendiri, untuk mengenal tokoh-tokoh
pustakawan inspiratif bukanlah suatu hal yang baru, akan tetapi masih banyak
kita jumpai para penggelut dunia perpustakaan yang kurang ataupun bisa dibilang
kita tidak mengenal tokoh-tokoh yang akan saya bahas pada tugas kuliah saya kali
ini. Maka dari itu dengan tulisan yang sederhana ini saya mencoba memaparkan
beberapa tokoh-tokoh pustakawan yang saya ambil dari beberapa sumber.
Dewey lahir di Adams Center, New York, yaitu pada tanggal 10 Desember 1851.
Beliau merupakan anak kelima dan terakhir dari pasangan Joel dan Eliza
Greene Dewey. Dewey
adalah orang pertama yang mendirikan Sekolah untuk Ilmu Perpustakaan (Library Science) yang berada di New York
serta beliau lah yang telah menemukan system DDC. Tentunya beliau menjadi
peopor Internasional mengenai dunia perpustakaan.
Saat masih mahasiswa, Dewey mendirikan Biro Perpustakaan, yang
mana biro tersebut menjual filing-cabinets dan kartu indeks berkualitas tinggi.
Selain itu beliau juga mendirikan dimensi standar untuk kartu katalog. Dari sekitar tahun 1883-1888, beliau menjadi kepala
pustakawan di Columbia University. Selama menjabat sebagai direktur
Perpustakaan, beliau juga mengadakan program
perpustakaan berjalan. Selain itu dari tahun 1888-1900
beliau menjabat sebagai sekretaris serta pejabat eksekutif dari Universitas
Negara Bagian New York.
Seperti yang telah saya sejelaskan
di atas bahwa Dewey merupakan salah seorang pelopor kepustakawanan di Amerika.
Karyanya yang paling dikenal adalah Dewey Decimal Classification (DDC),
yang hingga sampai saat ini masih tetap digunakan sebagai kelas klasifikasi di
banyak perpustakaan yang ada di dunia. Dewey menemukan system DDC ini kira-kira
pada usia 21 tahun saat beliau bekerja sebagai asisten mahasiswa di salah satu
perpustakaan dari Amherst Collage. Dengan system ini menciptakan sebuah
revolusi dalam bidang perpustakaan dan menggerakkan era baru kepustakawanan
bukan hanya di Amerika saja akan tetapi di dunia juga. Dan karena karya dan
dedikasinya, sebuah karya menyebutnya sebagai Father of Modern Librarianship
Karya lain
dari Dewey yaitu ide dan gagasannya untuk menambah tugas dan fungsi
perpustakaan Negara sebagai pembina layanan di perpustakaan sekolah dan
perpustakaan umum. Beliau juga merupakan salah seorang pelopor pendiri ALA (American’s
Librarian Association) dan memiliki beberapa biro perpustakaan dan
perusahaan swasta sebagai upaya fundrising perpustakaan.
2. Ruang Lingkup Indonesia
Blasius Sudarsono
Blasius Sudarsono adalah salah seorang pustakawan sejati,
selalu memperhatikan kehidupan maupun bagaimana kemajuan pustakawan Indonesia.
Terwujud dalam salah satu karya beliau yang berjudul “Berkaca Sebelum Ke Luar
Rumah “Refleksi Diri Pustakawan” yang mengulas tentang bagaimana
kiprahnya pustakawan dan berkembangnya kepustakawanan Indonesia kembali
dipertanyakan. Dalam pembahasan ini dikemukakan berbagai pemikiran dan sederet
persoalan yang berkaitan dengan kehidupan dan pengembangan perpustakaan.
Menurut Blasius Sudarsono dalam (Basuki: 1998), biasanya
seseorang selalu mematut diri di depan cermin sebelum ke luar rumah, apalagi
bagi seorang wanita. Namun bukan maksud penulis ingin mengatakan bahwa profesi
pustakawan adalah profesi yang berciri feminim. Berkaca dalam hal ini lebih
dimaksudkan sebagai refleksi diri untuk mengetahui dan memahami diri kita
pustakawan sendiri. Apa saja yang ada pada diri kita pustakawan? Apakah benar
kita merasa rendah diri? Lalu apa yang kita lakukan untuk membangun kepercayaan
diri, sehingga kita sejajar dengan profesi lain?
Blasius Sudarsono adalah seorang penulis yang sangat
produktif, karya-karyanya sudah banyak sekali. Bahkan banyak juga
pemikiran-pemikiran beliau yang belum sempat ia tulis, salah satu contohnya
tentang falsafah pustakawan asing dan falsafah pustakwan Indonesia yang mungkin
berbeda. Hampir semua tulisannya menyampaikan gagasan-gagasan demi
berkembangnya ilmu di bidang perpustakaan. Yang mengherankan adalah tulisan
Blasius Sudarsono ini disampaikan dengan beberapa gaya bahasa, yakni bahasa
normal dan bahasa yang unik.
- Pemikiran-Pemikiran Unik
Karya-karya beliau menggunakan gaya bahasa yang dapat
digolongkan menjadi 2 kelompok atau gaya. Pertama, bahasa yang normal artinya
menggunakan bahasa yang mudah untuk kita pahami dan dimengerti orang awam.
Membaca satu kali saja kita sudah dapat memahami maksud apa yang disampaikan.
Kedua, bahasa yang unik artinya banyak pemikiran-pemikiran beliau yang unik
atau nyeleneh (di luar kebiasaan) dan bahkan bahasanya sulit
dipahami oleh orang lain. Pemikirannya berdasarkan filsafat, maklum, memahami
konsep berbasis filsafat memang membutuhkan waktu dan tenaga ekstra.
Untuk dapat memahami tulisan karya Blasius Sudarsono,
sebenarnya orang harus mengenalnya cukup lama karena tulisan karyanya
seringkali merupakan sebuah pandangan yang sangat dalam dan bahkan seringkali
juga beyond imagination, pemikiran yang jauh berbicara tetang sebuah
fenomena yang belum terpikirkan atau terbayangkan orang pada umumnya pada saat
pemikirannya ditulis. Sifat inilah yang seringkali membuat orang menyebutnya
”nyeleneh (di luar kebiasaan)”, bicara hal yang oleh kebanyakan pustakawan
dianggap tidak lazim, ditambah lagi kesukaan penulis pada filsafat membuat
bahasan yang dibuatnya selalu memiliki pandangan yang mendalam. Salah satu
tokoh yang hampir selalu dikutipnya adalah filsuf Indonesia yaitu Driyarkara,
seorang filsuf dan perintis pendidikan filsafat di Indonesia. Sebaiknya kita
sama-sama membaca pemikiran filsuf ini untuk dapat lebih memahami jalan pikiran
’tidak lazim’ dari tulisan Blasius Sudarsono.
Ketidak laziman pandangan beliau terlihat pada tulisan
pertama tentang Mengapa Kita Berhimpun yang mempertanyakan: ”mengapa setelah 60
tahun perpustakaan tidak berkembang?”, ”Mengapa ilmu perpustakaan tidak
berkembang?” Tentu saja pertanyaan ini akan dianggap tidak lazim oleh banyak
orang, terutama para pengelola perpustakaan yang mengukur kemajuan perpustakaan
dari koleksi dan teknologi yang dimiliki. Padahal yang dimaksud oleh beliau
adalah bahwa perpustakaan harus sudah berperan lebih dari sekedar menyediakan
jasa peminjaman koleksi dengan bantuan teknologi. Perpustakaan di Indonesia
idealnya sudah harus sampai pada peran sebagai pusat himpunan pengetahuan yang
ada di masyarakat dan menjadi pusat berhimpunnya anggota komunitas di mana
mereka kemudian berdiskusi, bertukar pikiran, memecahkan masalah dan menemukan
gagasan baru. Pada saat itu perpustakaan dengan teknologi dan koleksinya,
menyediakan semua kebutuhan referensi untuk diskusi tersebut dan merekam hasil
diskusinya untuk menjadi pengetahuan baru. (Ini adalah gagasan mutakhir penulis
yang hanya sempat diobrolkan, sehingga tidak ada dalam tulisan).
- Pemikiran Blasius Sudarsono Mengenai Literasi Informasi
Blasius Sudarsono, dengan dasar kesukaan beliau, yaitu
mencoba membuat ‘istilah paling Indonesia’, mencoba menerjemahkan
asal istilah literasi informasi yaitu information literate menjadi ‘keberinformasian’
yang berarti kesadaran akan kebutuhan, kemampuan mencari dan menemukan, dan
menggunakan informasi. Tulisan berjudul “Keberinformasian: sebuah
Pemahaman Awal” merupakan sebuah pemikiran ‘nyeleneh’ karena tidak
membahas fenomena literasi informasi dari segi teknis seperti pada umumnya,
akan tetapi dari sisi filsafat hidup (seperti biasanya, Driyarkara menjadi
acuan pandangannya) yang menyadarkan semua pembacanya bahwa keberinformasian
bukanlah fenomena teknis. Pemikiran rumit ini juga disampaikannya dalam tulisan
berjudul “Konsep Keberinformasian di Sekolah”.
Tidak banyak yang bisa mengerti cara Pak Dar memandang dunia
perpustakaan dan pustakawan. Paling tidak gagasan, pemikiran atau kritik
terhadap dunia perpustakaan dan pustakawan seperti tulisan yang telah
disampaikan Blasius Sudarsosno dalam tulisan sebanyak 27 (dua puluh tujuh)
karya yang ditulis sejak Februari 2007 sampai Juli 2009. Sampai sekarang beliau
masih terus berkarya demi kemajuan dunia kepustakawanan.
3.
Karya-karya Blasius Sudarsono
Beliau benar-benar penulis yang produktif, karya-karya
beliau yang sudah ditulis antara lain :
- Sekitar Rancangan Undang-undang Perpustakaan
- Pustakawan, Cinta dan Teknologi. Jakarta: Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakan dan Informasi Indonesia, 2009
- Mengapa ilmu perpustakaan tidak berkembang?
- Mengapa Harus Beragam?
- Pendekatan Dalam Pencarian Dan Pendokumentasian Inovasi Masyarakat
- Penerapan Teknologi Informasi dan Dokumentasi di Bidang Dokumentasi Hukum
- Pemberdayaan Perpustakaan Di Lingkungan Mahkamah Agung RI, Pengadilan Tingkat Banding, dan Pengadilan Tingkat Pertama”
- Strategi Pengembangan Pustakawan Utama dan Madya
- Menuju Penyempurnaan Jabatan Fungsional Pustakawan
- Pemikiran Tentang Pustakawan Bukan Pegawai Negeri Sipil
- Refleksi dan Transformasi Kepustakawanan
- Pendidikan Profesional Pustakawan dan Kebutuhan Masa Depan Perpustakaan Di Indonesia
- Sekitar Rancangan Undang-undang Perpustakaan
- Catatan atas Buku Pengelolaan Perpustakaan
- Perpustakaan Untuk Rakyat: Dialog Anak dan Bapak. Jakarta: Sagung Seto, 2012
- Memaknai Dokumentasi: Pidato Kepustakawanan. Jakarta: PDII-LIPI
- Berkaca Sebelum Ke Luar Rumah: Refleksi Diri Pustakawan
- Antologi Kepustakaan Indonesia.
Komentar
Posting Komentar