Langsung ke konten utama

Makalah Story Telling


Pengaruh Kegiatan Story Telling Terhadap Pertumbuhan Minat Baca di TK Raudhatul Athfal Perwanida 3 Palembang
 





     



Disusun Oleh:

Netty Cayati (1730403060)

Dosen Pengampu :
Rani Kurnia Vlora, S.IP; M.A

PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2018








BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Masalah suatu proses belajar mengajar merupakan suatu proses berkesinambungan dan tidak terbatas pada penyampaian materi pelajaran di kelas, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana agar materi yang diterima siswa di kelas dapat diterapkan dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu diperlukan keterampilan mengajar yang baik. Tugas dan tanggung jawab utama seorang guru/ pengajar adalah mengelola pengajaran dengan lebih efektif, dinamis, efisien, dan positif, yang ditandai dengan adanya kesadaran dan keterlibatan aktif di antara dua subjek pengajaran. Guru sebagai penginisiatif awal dan pengarah serta pembimbing, sedang peserta didik sebagai yang mengalami dan terlibat aktif untuk memperoleh perubahan diri dalam pengajaran. Sehubungan dengan pernyataan di atas, dalam kegiatan belajar dan mengajar di TK Raudhatul Athfal Perwanida 3 Palembang, keterampilan menyimak menjadi salah satu bagian keterampilan berbahasa yang harus diajarkan kepada peserta didik dan dikuasai oleh peserta didik. Salah satu bentuk keterampilan menyimak tersebut adalah keterampilan menyimak isi cerita story telling. Keterampilan menyimak cerita story telling memiliki beberapa manfaat bagi peserta didik, yaitu meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi dengan baik, membentuk karakter peserta didik,  sportivitas peserta didik, memberikan sentuhan manusiawi, dan mengembangkan kemampuan peserta didik dalam berbahasa melalui pesan yang tersirat dan tersurat di dalam story telling yang diperdengarkan kepada peserta didik. Kualitas pemahaman anak terhadap isi cerita yang disampaikan oleh gurunya, tergantung dari cara guru menyampaikannya cerita tersebut. Penggunaan media pembelajaran dan pengembangannya dapat dikatakan berhasil, harus dilihat dari sudut input , proses, hingga output pembelajaran.

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana pengaruh kegiatan story telling terhadap pertumbuhan minat baca di TK Raudhatul Athfal Perwanida 3 Palembang?
2.      Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari kegiatan story telling dalam meningkatkan daya konsentrasi pada siswa di TK Raudhatul Athfal Perwanid 3 Palembang?


C.    Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui adanya pengaruh kegiatan story telling terhadap pertumbuhan minat baca di TK Raudhatul Athfal Perwanida 3 Palembang
2.      Untuk mengetahui adanya pengaruh yang signifikan dari kegiatan story telling dalam meningkatkan daya konsentrasi pada siswa di TK Raudhatul Athfal Perwanid 3 Palembang












BAB II
LANDASAN TEORI

A.  Story Telling Sebagai Layanan di Perpustakaan
Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi informasi di masa ini, perpustakaan yang dahulu hanya berfungsi sebagai tempat untuk meminjakan pustaka kini semakin berkembang fungsinya. Hal ini terbukti dengan jenis layanan yang semakin beragam/ mengalami diversifikasi, sebagai contoh konkretnya adalah keberadaan layanan bercerita/ storytelling. Kini, pada perpustakaan daerah mulai menggiatkan layanan ini untuk meningkatkan minat baca anak usia dini, usia taman kanak-kanak maupun usia sekolah dasar. Kegiatan layanan ini tidak hanya memberikan cerita kepada anak di perpustakaan saja, akan tetapi melalui storytelling ini juga bertujuan untuk memberikan pelatihan kepada guru-guru tentang cara storytelling yang baik dan benar. Perpustakaan mengumpulkan guru-guru di perpustakaan untuk diberikan pengarahan tentang storytelling.

B. Storytelling
[1]Storytelling merupakan sebuah seni bercerita yang dapat digunakan
sebagai sarana untuk menanamkan nilai-nilai pada anak yang dilakukan tanpa
perlu menggurui sang anak. (Asfandiyar, 2007), storytelling merupakan suatu proses kreatif anak-anak yang dalam perkembangannya, senantiasa mengaktifkan bukan hanya aspek intelektual saja tetapi juga aspek kepekaan, kehalusan budi, emosi, seni, daya berfantasi, dan imajinasi anak yang tidak hanya mengutamakan kemampuan otak kiri tetapi juga otak kanan. Berbicara mengenai storytelling, secara umum semua anak-anak senang mendengarkan storytelling, baik anak balita, usia sekolah dasar, maupun yang telah beranjak remaja bahkan orang dewasa.
Storytelling dapat dikatakan sebagai cabang dari ilmu sastra yang paling tua sekaligus yang terbaru. Meskipun tujuan dan syarat-syarat dalam storytelling berganti dari abad-ke abad, dan dari kebudayaan satu ke kebudayaan lain, storytelling berkelanjutan untuk memenuhi dasar yang sama dari kebutuhankebutuhan secara sosial dan individu. Perilaku manusia nampaknya mempunyai impuls yang dibawa sejak lahir untuk menceritakan perasaan dan pengalaman-pengalaman yang mereka alami melalui bercerita. Cerita dituturkan agar supaya menciptakan kesan pada dunia. Mereka mengekspresikan kepercayaan-kepercayaan, keinginan-keinginan, dan harapan-harapan dalam cerita-cerita sebagai usaha untuk menerangkan dan saling mengerti satu sama lain.
Sementara itu Pellowski (1977) mendefinisikan storytelling sebagai sebuah seni atau seni dari sebuah keterampilan bernarasi dari cerita-cerita dalam bentuk syair atau prosa, yang dipertunjukkan atau dipimpin oleh satu orang di hadapan audience secara langsung dimana cerita tersebut dapat dinarasikan dengan cara diceritakan atau dinyanyikan, dengan atau tanpa musik, gambar, ataupun dengan iringan lain yang mungkin dapat dipelajari secara lisan, baik melalui sumber tercetak, ataupun melalui sumber rekaman mekanik.

1. Sejarah dan Perkembangan Storytelling
Dalam situs online surat kabar kompas (www.kompas.com), dikatakan
bahwa kegiatan storytelling sudah ada sejak abad ke-6 sebelum Masehi di India. Menurut Penuturan Pellowski seorang pendongeng dan pustakawan anak lulusan Universitas Columbia, Amerika Serikat, pada waktu itu pendongeng bercerita dengan menggunakan media yang dituangkan dalam lembaran daun palem, kulit kayu, atau kain. Mendongeng dengan gambar lalu menyebar ke China, Jepang, Mongolia, Persia, dan Turki pada abad ke-10.
Tidak ada sumber pasti kapan storytelling dengan gambar dilakukan di
Indonesia. Mungkin sejak abad pertama, dengan media boneka atau wayang
purwa dan wayang kulit. Ada juga wayang beber, yaitu gulungan perkamen
horizontal dari bahan mirip kertas terbuat dari kulit pohon. Adegan cerita dilukis di perkamen itu.
[2]Sementara itu, menurut (Asfandiyar, 2007: 11), seni dongeng di Indonesia sebagai tradisi penuturan cerita sudah tumbuh sejak berabad-abad silam. Hidup para pendongeng ini bahkan dijamin oleh raja. Mereka pun mendapat gelar kehormatan dari kerajaan. Saat raja sedang berduka, pendongeng diundang ke istana sebagai pelipur lara. Maka tak heran pada masa itu juru dongeng juga mempunyai peranan penting sebagai juru hibur bagi kerabat kerajaan sedangkan di luar kehidupan istana, nenek moyang kita ternyata juga menceritakan pengalaman hidupnya. Mulai dari petualangan mereka berkelana dalam hutan rimba maupun petualangan mengarungi ganasnya samudera luas, mereka dongengkan dengan bangganya. Cerita itu pun kemudian diteruskan secara turun temurun dari generasi ke generasi.

2. Jenis-jenis Storytelling
Menurut (Asfandiyar 2007: 85-87), berdasarkan isinya storytelling dapat digolongkan ke dalam berbagai jenis. Namun, dalam hal ini, peneliti membatasi jenis tersebut dalam:
a.       Storytelling Pendidikan
Dongeng pendidikan adalah dongeng yang diciptakan dengan suatu misi pendidikan bagi dunia anak-anak. Misalnya, menggugah sikap hormat kepada orang tua.
b. Fabel
Fabel adalah dongeng tentang kehidupan binatang yang digambarkan
dapat bicara seperti manusia. Cerita-cerita fabel sangat luwes digunakan untuk
menyindir perilaku manusia tanpa membuat manusia tersinggung. Misalnya,
dongeng kancil, kelinci, dan kura-kura.
3. Manfaat Storytelling
Banyak sekali manfaat yang bisa kita peroleh melalui dongeng (Asfandiyar, 2007: 99) antara lain:
a. Penanaman nilai-nilai
Storytelling merupakan sarana untuk “mengatakan tanpa mengatakan”,
maksudnya storytelling dapat menjadi sarana untuk mendidik tanpa perlu
menggurui. Pada saat mendengarkan dongeng, anak dapat menikmati cerita
dongeng yang disampaikan sekaligus memahami nilai-nilai atau pesan yang
terkandung dari cerita dongeng tersebut tanpa perlu diberi tahu secara langsung atau mendikte. Pendongeng hanya mendongengkan tanpa perlu menekankan atau membahas tersendiri mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam cerita dongeng tersebut.
b.      Mampu melatih daya konsentrasi
Storytelling sebagai media informasi dan komunikasi yang digemari
anak-anak, melatih kemampuan mereka dalam memusatkan perhatian untuk
beberapa saat terhadap objek tertentu. Ketika seorang anak sedang asyik
mendengarkan dongeng, biasanya mereka tidak ingin diganggu. Hal ini
menunjukkan bahwa anak sedang berkonsentrasi mendengarkan dongeng
c.       Mendorong anak mencintai buku dan merangsang minat baca anak
Storytelling dengan media buku atau membacakan cerita kepada anak-anak ternyata mampu mendorong anak untuk mencintai buku dan gemar
membaca. Anak dapat berbicara dan mendengar sebelum ia belajar membaca.
Tulisan merupakan sistem sekunder bahasa, yang pada awal membaca harus
dihubungkan dengan bahasa lisan. Oleh karena itu, pengembangan sistem bahasa yang baik sangat penting untuk mempersiapkan anak belajar membaca. Storytelling dapat menjadi contoh yang efektif bagi anak mengenai cara membaca.



C. Proses Storytelling

1. Tahapan Storytelling
(Bunanta 2009: 37) menyebutkan ada tiga tahapan dalam storytelling,
yaitu persiapan sebelum acara storytelling dimulai, saat proses storytelling
berlangsung, hingga kegiatan storytelling selesai. Maka untuk mengetahui lebih jelas berikut ini uraian langkah-langkah tersebut[3]:
a.    Persiapan sebelum storytelling
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah memilih judul buku yang menarik dan mudah diingat. Studi linguistik membutikan bahwa judul mempunyai kontribusi terhadap memori cerita. Melalui judul, audience maupun pembaca akan memanfaatkan latar belakang pengetahuan untuk memproses isi cerita secara top down. Hal itu digunakan untuk pemahaman unit bahasa yang lebih besar, dan hal
tersebut membantu pemahaman dan penyampaian cerita secara menyeluruh.
Setelah memilih dan memahami cerita, hal yang juga tidak kalah penting adalah mendalami karakter tokoh-tokoh dalam cerita yang akan disampaikan. Karena kekuatan sebuah cerita antara lain terletak pada bagaimana karakter tersebut dimunculkan. Semakin jelas pembawaan karakter tokoh , semakin mudah cerita tersebut dicerna. Agar dapat menampilkan karakter tokoh, pendongeng terlebih dahulu harus dapat menghayati sifat-sifat tokoh dan memahami relevansi
antara nama dan sifat-sifat yang dimilikinya. Ketika memerankan tokoh-tokoh tersebut, pendongeng diharapkan mampu menghayati bagaimana perasaan, pikiran, dan emosi tokoh pada saat mendongeng.
            Tahapan terakhir persiapan storytelling yaitu latihan. Bagi pendongeng profesional yang sudah terbiasa mendongeng mungkin tahap ini sudah tidak diperlukan lagi. Namun bagi pustakawan, guru maupun pendongeng pemula tahap latihan ini cukup penting. Dengan latihan terlebih dahulu kita dapat mengevaluasi kekurangan-kekurangan pada saat mendongeng, memikirkan durasi yang dibutuhkan, mengingat kembali jalan cerita dan mempraktikannya sehingga pada saat storytelling nanti dapat tampil prima.

b. Saat storytelling berlangsung
Saat terpenting dalam proses storytelling adalah pada tahap storytelling berlangsung. Saat akan memasuki sesi acara storytelling, pendongeng harus menunggu kondisi hingga audience siap untuk menyimak dongeng yang akan disampaikan. Jangan memulai storytelling jika audience masih belum siap. Acara storytelling dapat dimulai dengan menyapa terlebih dahulu audience, ataupun
membuat sesuatu yang dapat menarik perhatian audience. Kemudian secara perlahan pendongeng dapat membawa audience memasuki cerita dongeng. Pada saat mendongeng ada beberapa faktor yang dapat menunjang berlangsungnya proses storytelling agar menjadi menarik untuk disimak (Asfandiyar, 2007: 25), antara lain:
1)      Kontak mata
Saat storytelling berlangsung, pendongeng harus melakukan kontak mata dengan audience. Pandanglah audience dan diam sejenak. Dengan melakukan kontak mata audience akan merasa dirinya diperhatikan dan diajak untuk
berinteraksi. Selain itu, dengan melakukan kontak mata kita dapat melihat apakah audience menyimak jalan cerita yang didongengkan. Dengan begitu, pendongeng dapat mengetahui reaksi dari audience.
2)      Mimik wajah
Pada waktu storytelling sedang berlangsung, mimik wajah pendongeng dapat menunjang hidup atau tidaknya sebuah cerita yang disampaikan. Pendongeng harus dapat mengekspresikan wajahnya sesuai dengan situasi yang
didongengkan.
3) Gerak tubuh
Gerak tubuh pendongeng waktu proses storytelling berjalan dapat turut pula mendukung menggambarkan jalan cerita yang lebih menarik. Cerita yang didongengkan akan terasa berbeda jika pendongeng melakukan gerakan-gerakan
yang merefleksikan apa yang dilakukan tokoh-tokoh yang didongengkannya.
4)      Suara
Tidak rendahnya suara yang diperdengarkan dapat digunakan pendongeng untuk membawa audience merasakan situasi dari cerita yang didongengkan. Pendongeng biasanya akan meninggikan intonasi suaranya untuk merefleksikan cerita yang mulai memasuki tahap yang menegangkan. Kemudian kembali menurunkan ke posisi datar saat cerita kembali pada situasi semula. Selain itu, pendongeng profesional biasanya mampu menirukan suara-suara dari karakter tokoh yang didongengkan. Misalnya suara ayam, suara pintu yang terbuka.
5) Kecepatan
Pendongeng harus dapat menjaga kecepatan atau tempo pada saat storytelling. Jaga agar kecepatan dalam berbicara selalu ada dalam tempo yang sama atau ajeg.


6) Alat Peraga
Untuk menarik minat anak-anak dalam proses storytelling, perlu adanya alat peraga seperti misalnya boneka kecil yang dipakai di tangan untuk mewakili tokoh yang sedang menjadi materi dongeng. Selain boneka, dapat juga dengan cara memakai kostum-kostum hewan yang lucu, intinya membuat anak merasa ingin tahu dengan materi dongeng yang akan disajikan.

c. Sesudah kegiatan storytelling selesai
Ketika proses storytelling sudah selesai dilaksanakan, tibalah saatnya bagi pendongeng untuk mengevaluasi cerita. Maksudnya, pendongeng menanyakan kepada audience tentang inti cerita yang telah disampaikan dan nilainilai yang dapat diambil. Melalui cerita tersebut, kita dapat belajar tentang apa saja? Setelah itu pendongeng dapat mengajak audience untuk gemar membaca dan merekomendasikan buku-buku bacaan yang sesuai dengan tema yang tadi sudah didongengkan atau merekomendasikan buku-buku dengan tema lain yang isinya menarik, sarat dengan nilai-nilai positif, dan sesuai dengan usia dan perkembangan psikologis anak-anak.

2. Teknik dalam Storytelling
Berikut ini ada beberapa teknik yang menjadi pengetahuan dasar kita bercerita kepada anak-anak:
a. Banyak membaca dari buku-buku cerita atau dongeng yang benarbenar sesuai untuk anak-anak, serta banyak membaca dari pengalaman atau kejadian sehari-hari yang pantas diberikan kepada anak-anak.  
b. Biasakan untuk ngobrol dengan anak karena dengan mengobrol kita bisa mengetahui dan memahami gaya bahasa anak kita, istilah yang dia gunakan, serta sejauh mana pemahamannya akan sesuatu.
c. Berikan penekanan pada dialog atau kalimat tertentu dalam cerita yang kita bacakan atau kita tuturkan, kemudian lihat reaksi anak. Ini untuk mengetahui apakah cerita kita menarik hatinya atau tidak, sehingga kita bisa melanjutkannya atau menggantinya dengan cerita yang lain.
d. Ekspresikan ungkapan emosi dalam cerita, seperti marah, sakit, terkejut, bahagia, gembira atau sedih agar anak mengenal dan memahami bentuk-bentuk emosi. Bila perlu sertakan benda-benda tambahan seperti boneka, bunga atau benda lain yang tidak membahayakan.
e. Berceritalah pada waktu yang tepat, yaitu di waktu anak kita bias mendengarkan dengan baik, sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam cerita bisa diserap dengan baik.
dan tanpa sekat.

3. Pihak yang terkait saat Storytelling
o   Pendongeng
Sang pendongeng harus mempunyai cerita yang bagus
2) Sang pendongeng harus menyukai dan menikmati cerita maupun
proses penyampaiannya
3) Berkaitan dengan isi cerita dan cara bercerita
4) Ikatan batin dengan anak-anak
5) Memperhatikan kebutuhan dan keinginan audiencenya
6) Menjadikan diri sebagai bagian dari audience


o   Audience
Menurut (Gardner, 2008), seorang anak belajar dengan
menggunakan tiga cara, yaitu[4]:
-        Audio yaitu anak yang belajar dengan menggunakan/mengandalkan pendengarannya
-        Visual yaitu anak yang belajar dengan menitikberatkan ketajaman pengelihatan
-        Kinestetik, yitu anak yang memiliki gaya belajar kinestetik mengharuskan anak tersebut menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa mengingatnya (audio dan visual).
















BAB III
PEMAHASAN MASALAH

A.    Pengaruh Kegiatan Story Telling Terhadap Pertumbuhan Minat Baca di TK Raudhatul Athfal Perwanida 3 Palembang

[5]Menyajikan storytelling yang menarik bagi anak-anak bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Terlebih lagi anak-anak hanya dapat berkonsentrasi mendengarkan cerita hanya dalam waktu singkat, jika waktu mendongeng terlalu lama akan membuat anak merasa cepat bosan dan tidak antusias lagi. Dengan adanya kegiatan storytelling tentu dapat memberikan pengaruh pada anak. Kecerdasan bahasa dan minat membaca pada anak usia dini di TK Raudhatul Athfal Perwanida 3 Palembnag saat ini sudah sangat maju. Pada saat melakukan storytelling di TK Raudhatul Athfal Perwanida 3 Palembang, cerita yang kami bawakan di dengarkan antusias dengan para guru dan juga peserta didik yang ada disana. Mereka dengan seksama mendengarkan cerita yang kami sampaikan. Akan tetapi diantara mereka ada juga ada yang tidak menyimak cerita yang kami sampaikan, mereka ada yang asyik dengan mainan mereka dan ada juga yang mengobrol dengan teman sebelahnya.
Permainan storytelling bertujuan untuk memperkenalkan anak-anak agar lebih mencairkan suasana dalam merangsang minat baca di usia dini. Pengaruh tersebut dapat berupa pertumbuhan minat baca, hal inilah yang menarik untuk diteliti. Intinya adalah kebiasaan membaca sejak kecil akan memperkaya wawasan anak yang bermuara pada jati diri manusia yang lebih berkualitas. Salah satu kegiatan yang bisa mengembangkan kecerdasan bahasa anak adalah storytelling. Dalam kegiatan ini suatu proses kreatif anak-anak yang dalam perkembangannya, senantiasa mengaktifkan bukan hanya aspek intelektual saja tetapi juga aspek kepekaan, kehalusan budi, emosi, seni, daya berfantasi, dan imajinasi anak yang tidak hanya mengutamakan 3 kemampuan otak kiri tetapi juga otak kanan. Berbicara mengenai metode ini dapat dilihat bahwa secara umum semua anak-anak senang mendengarkan cerita pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung didalam kelas.
Untuk menjadikan anak memiliki budaya baca yang baik, maka perlu
melakukan pembinaan minat baca anak. Pembinaan minat baca anak merupakan langkah awal sekaligus cara yang efektif menuju bangsa berbudaya baca[6]. Masa anak-anak merupakan masa yang tepat untuk menanamkan sebuah kebiasaan, dan kebiasaan ini akan tumbuh dewasa kelak Pembinaan minat baca anak merupakan modal dasar untuk memperbaiki
kondisi minat baca masyarakat, salah satu cara dalam rangka menumbuhkan minat baca anak sejak dini adalah dengan memperkenalkan kegiatan storytelling. Dalam storytelling terdapat pesan moral yang dalam dan komprehensif, sehingga cerita bisa dijadikan cara mendidik yang tanpa disadari anak.



B.     Pengaruh Yang Signifikan Dari Kegiatan Story Telling Dalam Meningkatkan Daya Konsentrasi pada Siswa di TK Raudhatul Athfal Perwanida 3 Palembang

Kami bisa mengetahui sort term memory  anak, dimana para peserta didik tidak bisa mengingat semua jalan cerita yang telah kami berikan. Ketika kami menyakan kepada peserta didik tentang jalan yang sudah kami ceritakan sebelumnya, kami harus membantu dengan menyebutkan kata yang tidak lengkap untuk membantu mereka mengingat cerita tersebut.
Dan juga setelah kami selesai bercerita, kami mencoba menanyakan pesan moral yang terkandung di dalam cerita yang telah kami sampaikan kepada mereka. Seperti contoh dongeng yang saya ceritakan dengan judul “Keledai Bekulit Singa” pesan moral yang dapat di ambil yaitu kita sejak usia dini telah di ajarkan untuk selalu berbuat jujur, yang dalam artiannya di sini bahwa kita tidak boleh melakukan kebohongan sedikit pun. Dengan siapapun kita harus tetap berperilaku jujur. Karena sekecil apapun kebohongan yang kita lakukan pastilah akan di ketahui juga. Pada pencapaian pesan moral ini kami tidak mengetahui apakah peserta didik yang ada di TK Raudhatul Athfal Perwanida 3 Palembang akan selalu bersikap jujur  atau tidak . Tetapi, kami sangat menekankan agar seorang anak terus di latih untuk bersikap jujur kepada siapapun dan juga dimanpun ia berada.
















BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
           
            Menyajikan storytelling yang menarik bagi anak-anak bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Terlebih lagi anak-anak hanya dapat berkonsentrasi mendengarkan cerita hanya dalam waktu singkat, jika waktu mendongeng terlalu lama akan membuat anak merasa cepat bosan dan tidak antusias lagi. Dengan adanya kegiatan storytelling tentu dapat memberikan pengaruh pada anak. Kecerdasan bahasa dan minat membaca pada anak usia dini di TK Raudhatul Athfal Perwanida 3 Palembang saat ini sudah sangat maju.
            Kami bisa mengetahui sort term memory  anak, dimana para peserta didik tidak bisa mengingat semua jalan cerita yang telah kami berikan. Ketika kami menyakan kepada peserta didik tentang jalan yang sudah kami ceritakan sebelumnya, kami harus membantu dengan menyebutkan kata yang tidak lengkap untuk membantu mereka mengingat cerita tersebut.













DAFTAR PUSTAKA


Arikunto, A. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Asfandiyar, A. Y. 2007. Cara Pintar Mendongeng.  Jakarta: Mizan
Bachri, S. 2005. Pengembangan Kegiatan Bercerita, Teknik dan     Prosedurnya. Jakarta: Depdiknas.
Bunanta, M. 2009. Buku, Dongeng, dan Minat Baca. Jakarta: Murti           Bunanta Foundation. 
Gardner, Howard, 2008. Kenalilah Tipe Gaya Belajar Kita. Universitas Bangka Belitung.
https://www.ilmubahasainggris.com/story-telling-pengertian-tujuan-dan-generic-structure-dalam-bahasa-inggris-beserta-contohnya/ di akses tanggal 27-11-2018 pukul 20.05 WIB
Ray. 2009. Budaya Membaca. Tabloid Pendidikan Gocara Edisi Mei 2009
Tampubolon, 1993. Mengembangkan Minat dan Kebiasaan Membaca Pada Anak. Bandung: Angkasa
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Membaca Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa



Lampiran:
1.      Cerita yang di sampaikan

Keledai Berkulit Singa
Aku singa, aku raja rimba, aku kucing yang sangat besar.
Aku berambut panjang, gigi-gigiku tajam. Aku singa si raja rimba.
Pada zaman dahulu hiduplah seekor kedelai…. Eh keeledai. Hiduplah seekor keledai. Ia berjaan mengelilingi hutan sambil bernyayi. “Bum sak kilak-lak bum bum” 3x. Dan tiba-tiba ternyata keledai menemukan sesuatu. Kira-kira menemukan apa ya? Hmmm ternyata keledai menemukan kulit singa yang ditinggalkan oleh pemburu di hutan. Lalu, keledai….. “Aaaa…haa aku puya ide, bagaimana jka aku gunakan kulit singa ini pada tubuhku lalu akan ku takut-takuti teman-temanku yang ada di htan ini. Ahaahaha aku suka ini , aku suka ini”. Begitu kata keledai dan akhirnya keledai menggunakan kulit singa itu pada tubuhnya.
Kemudian dia berjalan dan menakut-nakuti teman-temannya. Dia berjalan dan dia merasa bahwa dia adalah seekor singa. Dengan gagah dia berjalan sambil bernyayi dan mengeluarkan suara auangn singa yang mengerikan Semua hewan yang ada di hutan berlarian ketakutan. “Lari….lariii….lariii…. Selamatkan hidupmu. Lari…lariiii.lariii….ada singa. Mereka semua berlarian ketakutan, dan keledai “Aahahhaaha aku suka ini”. Begitu kata keledai. Kemudian dia berjalan lagi sambil bernyanyi. “Bum sak-kilak bum bum” 3x.
Kemudian dia melihat ada seekor kelinci  berada di bawah pohon. Lalu keledai mempunyai ide kembali. “Ahaa… Aku ingin menakut-nakuti kelinci kelinci dengan suara aunganku yang sangat keras”, begitu kata keledai. Dan akhirnya keledai pun bersembunyi di bawah semak-semak. Kemudian keledai menakut-nakuti kelinci. “Auuuuu…Auuuuuu…..Auuuuu….” Stttt…. Namun dia lupa bahwa dia seekor keledai dan bukan seekor singa karena dia lupa tidak memakai kulit singanya. Lalu kelinci pun berkata “ Ahahaahaha kamu ternyata keledai dan bukan seekor singa. Teman-teman, ayo kesini, jangan takut, dia adalah seekor keldai dan bukan singa. Ahahaa ahahah haaha”. Nah begitu, hingga akhirnya keledai pun malu dan semua teman-temannya kembai berkumpul dan menertetawakan keledai bersama-sama.


Pesan moral :
      Kita tidak boleh berbohong kepada siapapun. Tanakan dalam diri kita sikap kejujuran. Karena sekecil apapun kebohongan yang kita sembunyikan pasti akan di ketahui.

2.      Dokumentasi
 










Gambar 1. Ruang kelas TK Raudhatul Athfal Perwanida 3 Palembang


[1] Asfandiyar, A. Y. 2007. Cara Pintar Mendongeng.  (Jakarta: Mizan). Hlm 45

[2] Asfandiyar, A. Y. 2007. Cara Pintar Mendongeng.(  Jakarta: Mizan). Hlm 11

[3] Bunanta, M. 2009. Buku, Dongeng, dan Minat Baca. (Jakarta: Murti                Bunanta Foundation).Hlm 37         

[4] Gardner, Howard, 2008. Kenalilah Tipe Gaya Belajar Kita. Universitas Bangka Belitung. Hlm 98

[5] Tampubolon, 1993. Mengembangkan Minat dan Kebiasaan Membaca Pada Anak. (Bandung: Angkasa). Hlm 106

[6] Tarigan, Henry Guntur. 1985. Membaca Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa.( Bandung: Angkasa). Hlm 98


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Katalog

Penggunaan Katalog Manual Dalam Proses Temu Kembali Informasi Pemustaka Di Yayasan Nurul Iman Sekip Jaya, Palembang Oleh Nama                         :   Netty Cayati Nim                :   (17 30403060 ) Kela                :   17 Pus B Mata Kuliah Pengkatalogan Buku Dan Non Buku Dosen Pengampu Rani Kurnia V lora, S.IP, M.A PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG TAHUN 2018      I.           PENDAHULUAN ABSTRAK K atalog perpustakaan adalah suatu daftar yang sistematis dari buku dan bahan-bahan lain dalam suatu perpustakaan, dengan informasi deskripti...

semangat

Jalani hidup ini dengan menerima apa yang telah di tentukan dari yang Maha Kuasa. Tak perlu banyak mengeluh