Pengaruh
Kegiatan Story Telling Terhadap Pertumbuhan Minat Baca di TK Raudhatul Athfal
Perwanida 3 Palembang
Disusun
Oleh:
Netty
Cayati (1730403060)
Dosen Pengampu :
Rani
Kurnia Vlora, S.IP; M.A
PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN
FATAH PALEMBANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
suatu proses belajar mengajar merupakan suatu proses berkesinambungan dan tidak
terbatas pada penyampaian materi pelajaran di kelas, tetapi yang lebih penting
adalah bagaimana agar materi yang diterima siswa di kelas dapat diterapkan dan
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu diperlukan keterampilan
mengajar yang baik. Tugas dan tanggung jawab utama seorang guru/ pengajar
adalah mengelola pengajaran dengan lebih efektif, dinamis, efisien, dan
positif, yang ditandai dengan adanya kesadaran dan keterlibatan aktif di antara
dua subjek pengajaran. Guru sebagai penginisiatif awal dan pengarah serta
pembimbing, sedang peserta didik sebagai yang mengalami dan terlibat aktif
untuk memperoleh perubahan diri dalam pengajaran. Sehubungan dengan pernyataan
di atas, dalam kegiatan belajar dan mengajar di TK Raudhatul Athfal Perwanida 3
Palembang, keterampilan menyimak menjadi salah satu bagian keterampilan
berbahasa yang harus diajarkan kepada peserta didik dan dikuasai oleh peserta
didik. Salah satu bentuk keterampilan menyimak tersebut adalah keterampilan
menyimak isi cerita story telling. Keterampilan menyimak cerita story telling
memiliki beberapa manfaat bagi peserta didik, yaitu meningkatkan kemampuan
peserta didik dalam berkomunikasi dengan baik, membentuk karakter peserta
didik, sportivitas peserta didik,
memberikan sentuhan manusiawi, dan mengembangkan kemampuan peserta didik dalam
berbahasa melalui pesan yang tersirat dan tersurat di dalam story telling yang
diperdengarkan kepada peserta didik. Kualitas pemahaman anak terhadap isi
cerita yang disampaikan oleh gurunya, tergantung dari cara guru menyampaikannya
cerita tersebut. Penggunaan media pembelajaran dan pengembangannya dapat
dikatakan berhasil, harus dilihat dari sudut input , proses, hingga output pembelajaran.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
pengaruh kegiatan story telling terhadap pertumbuhan minat baca di TK Raudhatul
Athfal Perwanida 3 Palembang?
2.
Apakah
terdapat pengaruh yang signifikan dari kegiatan story telling dalam meningkatkan
daya konsentrasi pada siswa di TK Raudhatul Athfal Perwanid 3 Palembang?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui adanya pengaruh kegiatan story telling terhadap pertumbuhan
minat baca di TK Raudhatul Athfal Perwanida 3 Palembang
2.
Untuk
mengetahui adanya pengaruh yang signifikan dari kegiatan story telling
dalam meningkatkan daya konsentrasi pada siswa di TK Raudhatul Athfal Perwanid
3 Palembang
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Story
Telling Sebagai Layanan di
Perpustakaan
Seiring dengan perkembangan
zaman dan kemajuan teknologi informasi di masa ini, perpustakaan yang
dahulu hanya berfungsi sebagai tempat untuk meminjakan pustaka kini
semakin berkembang fungsinya. Hal ini terbukti dengan jenis
layanan yang semakin beragam/ mengalami diversifikasi, sebagai contoh konkretnya
adalah keberadaan layanan bercerita/ storytelling. Kini,
pada perpustakaan
daerah mulai menggiatkan layanan ini untuk meningkatkan minat baca anak usia
dini, usia
taman kanak-kanak maupun usia sekolah dasar. Kegiatan layanan ini tidak
hanya memberikan cerita kepada anak di perpustakaan saja, akan
tetapi melalui storytelling
ini juga bertujuan untuk memberikan
pelatihan kepada guru-guru tentang cara storytelling yang baik
dan benar.
Perpustakaan mengumpulkan guru-guru di perpustakaan untuk diberikan pengarahan
tentang storytelling.
B. Storytelling
[1]Storytelling merupakan sebuah seni bercerita yang
dapat digunakan
sebagai sarana untuk menanamkan nilai-nilai pada anak yang dilakukan tanpa
perlu menggurui sang anak. (Asfandiyar, 2007), storytelling merupakan suatu proses kreatif anak-anak yang dalam perkembangannya, senantiasa mengaktifkan bukan hanya aspek intelektual saja tetapi juga aspek kepekaan, kehalusan budi, emosi, seni, daya berfantasi, dan imajinasi anak yang tidak hanya mengutamakan kemampuan otak kiri tetapi juga otak kanan. Berbicara mengenai storytelling, secara umum semua anak-anak senang mendengarkan storytelling, baik anak balita, usia sekolah dasar, maupun yang telah beranjak remaja bahkan orang dewasa.
sebagai sarana untuk menanamkan nilai-nilai pada anak yang dilakukan tanpa
perlu menggurui sang anak. (Asfandiyar, 2007), storytelling merupakan suatu proses kreatif anak-anak yang dalam perkembangannya, senantiasa mengaktifkan bukan hanya aspek intelektual saja tetapi juga aspek kepekaan, kehalusan budi, emosi, seni, daya berfantasi, dan imajinasi anak yang tidak hanya mengutamakan kemampuan otak kiri tetapi juga otak kanan. Berbicara mengenai storytelling, secara umum semua anak-anak senang mendengarkan storytelling, baik anak balita, usia sekolah dasar, maupun yang telah beranjak remaja bahkan orang dewasa.
Storytelling dapat dikatakan sebagai
cabang dari ilmu sastra yang paling tua sekaligus yang terbaru.
Meskipun tujuan dan syarat-syarat dalam storytelling berganti dari abad-ke abad,
dan dari kebudayaan satu ke kebudayaan lain, storytelling berkelanjutan
untuk memenuhi dasar yang sama dari kebutuhankebutuhan secara sosial dan
individu. Perilaku manusia nampaknya mempunyai impuls yang dibawa sejak
lahir untuk menceritakan perasaan dan pengalaman-pengalaman yang mereka alami
melalui bercerita. Cerita dituturkan agar supaya menciptakan kesan pada
dunia. Mereka mengekspresikan kepercayaan-kepercayaan, keinginan-keinginan, dan
harapan-harapan dalam cerita-cerita sebagai usaha untuk
menerangkan dan saling mengerti satu sama lain.
Sementara itu Pellowski
(1977) mendefinisikan storytelling sebagai sebuah
seni atau seni dari sebuah keterampilan bernarasi dari cerita-cerita dalam bentuk
syair atau prosa, yang dipertunjukkan atau dipimpin oleh satu orang di hadapan audience secara langsung dimana
cerita tersebut dapat dinarasikan dengan cara diceritakan
atau dinyanyikan, dengan atau tanpa musik, gambar, ataupun
dengan iringan lain yang mungkin dapat dipelajari secara lisan, baik melalui
sumber tercetak, ataupun melalui sumber rekaman mekanik.
1. Sejarah dan Perkembangan Storytelling
Dalam situs online surat
kabar kompas (www.kompas.com), dikatakan
bahwa kegiatan storytelling sudah ada sejak abad ke-6 sebelum Masehi di India. Menurut Penuturan Pellowski seorang pendongeng dan pustakawan anak lulusan Universitas Columbia, Amerika Serikat, pada waktu itu pendongeng bercerita dengan menggunakan media yang dituangkan dalam lembaran daun palem, kulit kayu, atau kain. Mendongeng dengan gambar lalu menyebar ke China, Jepang, Mongolia, Persia, dan Turki pada abad ke-10.
Tidak ada sumber pasti kapan storytelling dengan gambar dilakukan di
Indonesia. Mungkin sejak abad pertama, dengan media boneka atau wayang
purwa dan wayang kulit. Ada juga wayang beber, yaitu gulungan perkamen
horizontal dari bahan mirip kertas terbuat dari kulit pohon. Adegan cerita dilukis di perkamen itu.
bahwa kegiatan storytelling sudah ada sejak abad ke-6 sebelum Masehi di India. Menurut Penuturan Pellowski seorang pendongeng dan pustakawan anak lulusan Universitas Columbia, Amerika Serikat, pada waktu itu pendongeng bercerita dengan menggunakan media yang dituangkan dalam lembaran daun palem, kulit kayu, atau kain. Mendongeng dengan gambar lalu menyebar ke China, Jepang, Mongolia, Persia, dan Turki pada abad ke-10.
Tidak ada sumber pasti kapan storytelling dengan gambar dilakukan di
Indonesia. Mungkin sejak abad pertama, dengan media boneka atau wayang
purwa dan wayang kulit. Ada juga wayang beber, yaitu gulungan perkamen
horizontal dari bahan mirip kertas terbuat dari kulit pohon. Adegan cerita dilukis di perkamen itu.
[2]Sementara itu, menurut
(Asfandiyar, 2007: 11), seni dongeng di Indonesia sebagai tradisi
penuturan cerita sudah tumbuh sejak berabad-abad silam. Hidup para
pendongeng ini bahkan dijamin oleh raja. Mereka pun mendapat
gelar kehormatan dari kerajaan. Saat raja sedang berduka, pendongeng diundang ke istana sebagai
pelipur lara. Maka tak heran pada masa itu juru dongeng juga mempunyai
peranan penting sebagai juru hibur bagi kerabat kerajaan sedangkan di luar kehidupan
istana, nenek moyang kita ternyata juga menceritakan pengalaman
hidupnya. Mulai dari petualangan mereka berkelana dalam hutan rimba maupun
petualangan mengarungi ganasnya samudera luas, mereka dongengkan dengan
bangganya. Cerita itu pun kemudian diteruskan secara turun temurun dari
generasi ke generasi.
2. Jenis-jenis Storytelling
Menurut (Asfandiyar 2007:
85-87), berdasarkan isinya storytelling dapat
digolongkan ke dalam berbagai jenis. Namun, dalam hal ini, peneliti
membatasi jenis tersebut dalam:
a. Storytelling
Pendidikan
Dongeng pendidikan adalah
dongeng yang diciptakan dengan suatu misi pendidikan bagi dunia
anak-anak. Misalnya, menggugah sikap hormat kepada orang
tua.
b. Fabel
Fabel adalah dongeng
tentang kehidupan binatang yang digambarkan
dapat bicara seperti manusia. Cerita-cerita fabel sangat luwes digunakan untuk
menyindir perilaku manusia tanpa membuat manusia tersinggung. Misalnya,
dongeng kancil, kelinci, dan kura-kura.
dapat bicara seperti manusia. Cerita-cerita fabel sangat luwes digunakan untuk
menyindir perilaku manusia tanpa membuat manusia tersinggung. Misalnya,
dongeng kancil, kelinci, dan kura-kura.
3.
Manfaat Storytelling
Banyak sekali manfaat yang
bisa kita peroleh melalui dongeng (Asfandiyar, 2007: 99) antara lain:
a. Penanaman nilai-nilai
Storytelling merupakan sarana untuk
“mengatakan tanpa mengatakan”,
maksudnya storytelling dapat menjadi sarana untuk mendidik tanpa perlu
menggurui. Pada saat mendengarkan dongeng, anak dapat menikmati cerita
dongeng yang disampaikan sekaligus memahami nilai-nilai atau pesan yang
terkandung dari cerita dongeng tersebut tanpa perlu diberi tahu secara langsung atau mendikte. Pendongeng hanya mendongengkan tanpa perlu menekankan atau membahas tersendiri mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam cerita dongeng tersebut.
maksudnya storytelling dapat menjadi sarana untuk mendidik tanpa perlu
menggurui. Pada saat mendengarkan dongeng, anak dapat menikmati cerita
dongeng yang disampaikan sekaligus memahami nilai-nilai atau pesan yang
terkandung dari cerita dongeng tersebut tanpa perlu diberi tahu secara langsung atau mendikte. Pendongeng hanya mendongengkan tanpa perlu menekankan atau membahas tersendiri mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam cerita dongeng tersebut.
b. Mampu
melatih daya konsentrasi
Storytelling sebagai media informasi dan
komunikasi yang digemari
anak-anak, melatih kemampuan mereka dalam memusatkan perhatian untuk
beberapa saat terhadap objek tertentu. Ketika seorang anak sedang asyik
mendengarkan dongeng, biasanya mereka tidak ingin diganggu. Hal ini
menunjukkan bahwa anak sedang berkonsentrasi mendengarkan dongeng
anak-anak, melatih kemampuan mereka dalam memusatkan perhatian untuk
beberapa saat terhadap objek tertentu. Ketika seorang anak sedang asyik
mendengarkan dongeng, biasanya mereka tidak ingin diganggu. Hal ini
menunjukkan bahwa anak sedang berkonsentrasi mendengarkan dongeng
c. Mendorong
anak mencintai buku dan merangsang minat baca anak
Storytelling dengan media buku atau
membacakan cerita kepada anak-anak ternyata mampu mendorong anak untuk
mencintai buku dan gemar
membaca. Anak dapat berbicara dan mendengar sebelum ia belajar membaca.
Tulisan merupakan sistem sekunder bahasa, yang pada awal membaca harus
dihubungkan dengan bahasa lisan. Oleh karena itu, pengembangan sistem bahasa yang baik sangat penting untuk mempersiapkan anak belajar membaca. Storytelling dapat menjadi contoh yang efektif bagi anak mengenai cara membaca.
membaca. Anak dapat berbicara dan mendengar sebelum ia belajar membaca.
Tulisan merupakan sistem sekunder bahasa, yang pada awal membaca harus
dihubungkan dengan bahasa lisan. Oleh karena itu, pengembangan sistem bahasa yang baik sangat penting untuk mempersiapkan anak belajar membaca. Storytelling dapat menjadi contoh yang efektif bagi anak mengenai cara membaca.
C. Proses
Storytelling
1. Tahapan Storytelling
(Bunanta 2009: 37)
menyebutkan ada tiga tahapan dalam storytelling,
yaitu persiapan sebelum acara storytelling dimulai, saat proses storytelling
berlangsung, hingga kegiatan storytelling selesai. Maka untuk mengetahui lebih jelas berikut ini uraian langkah-langkah tersebut[3]:
yaitu persiapan sebelum acara storytelling dimulai, saat proses storytelling
berlangsung, hingga kegiatan storytelling selesai. Maka untuk mengetahui lebih jelas berikut ini uraian langkah-langkah tersebut[3]:
a.
Persiapan sebelum storytelling
Hal pertama yang perlu
dilakukan adalah memilih judul buku yang menarik dan mudah diingat.
Studi linguistik membutikan bahwa judul mempunyai kontribusi terhadap memori
cerita. Melalui judul, audience maupun
pembaca akan memanfaatkan latar belakang
pengetahuan untuk memproses isi cerita secara top down. Hal itu digunakan untuk
pemahaman unit bahasa yang lebih besar, dan hal
tersebut membantu pemahaman dan penyampaian cerita secara menyeluruh.
tersebut membantu pemahaman dan penyampaian cerita secara menyeluruh.
Setelah memilih dan
memahami cerita, hal yang juga tidak kalah penting adalah
mendalami karakter tokoh-tokoh dalam cerita yang akan disampaikan. Karena
kekuatan sebuah cerita antara lain terletak pada bagaimana karakter tersebut
dimunculkan. Semakin jelas pembawaan karakter tokoh , semakin mudah cerita
tersebut dicerna. Agar dapat menampilkan karakter tokoh, pendongeng terlebih
dahulu harus dapat menghayati sifat-sifat tokoh dan memahami relevansi
antara nama dan sifat-sifat yang dimilikinya. Ketika memerankan tokoh-tokoh tersebut, pendongeng diharapkan mampu menghayati bagaimana perasaan, pikiran, dan emosi tokoh pada saat mendongeng.
antara nama dan sifat-sifat yang dimilikinya. Ketika memerankan tokoh-tokoh tersebut, pendongeng diharapkan mampu menghayati bagaimana perasaan, pikiran, dan emosi tokoh pada saat mendongeng.
Tahapan
terakhir persiapan storytelling yaitu
latihan. Bagi pendongeng profesional yang sudah
terbiasa mendongeng mungkin tahap ini sudah tidak diperlukan lagi. Namun bagi
pustakawan, guru maupun pendongeng pemula tahap latihan ini cukup penting.
Dengan latihan terlebih dahulu kita dapat mengevaluasi kekurangan-kekurangan
pada saat mendongeng, memikirkan durasi yang dibutuhkan, mengingat
kembali jalan cerita dan mempraktikannya sehingga pada saat
storytelling nanti dapat tampil prima.
b. Saat storytelling berlangsung
Saat terpenting dalam
proses storytelling adalah pada tahap storytelling berlangsung.
Saat akan memasuki sesi acara storytelling,
pendongeng harus menunggu kondisi hingga audience siap untuk menyimak dongeng
yang akan disampaikan. Jangan memulai
storytelling
jika audience masih belum siap. Acara storytelling
dapat dimulai dengan
menyapa terlebih dahulu audience, ataupun
membuat sesuatu yang dapat menarik perhatian audience. Kemudian secara perlahan pendongeng dapat membawa audience memasuki cerita dongeng. Pada saat mendongeng ada beberapa faktor yang dapat menunjang berlangsungnya proses storytelling agar menjadi menarik untuk disimak (Asfandiyar, 2007: 25), antara lain:
membuat sesuatu yang dapat menarik perhatian audience. Kemudian secara perlahan pendongeng dapat membawa audience memasuki cerita dongeng. Pada saat mendongeng ada beberapa faktor yang dapat menunjang berlangsungnya proses storytelling agar menjadi menarik untuk disimak (Asfandiyar, 2007: 25), antara lain:
1) Kontak mata
Saat storytelling berlangsung, pendongeng
harus melakukan kontak mata dengan audience. Pandanglah audience dan diam sejenak. Dengan
melakukan kontak mata audience akan merasa dirinya
diperhatikan dan diajak untuk
berinteraksi. Selain itu, dengan melakukan kontak mata kita dapat melihat apakah audience menyimak jalan cerita yang didongengkan. Dengan begitu, pendongeng dapat mengetahui reaksi dari audience.
berinteraksi. Selain itu, dengan melakukan kontak mata kita dapat melihat apakah audience menyimak jalan cerita yang didongengkan. Dengan begitu, pendongeng dapat mengetahui reaksi dari audience.
2) Mimik wajah
Pada waktu storytelling sedang berlangsung, mimik
wajah pendongeng dapat menunjang hidup atau
tidaknya sebuah cerita yang disampaikan. Pendongeng harus dapat
mengekspresikan wajahnya sesuai dengan situasi yang
didongengkan.
3) Gerak tubuh
didongengkan.
3) Gerak tubuh
Gerak tubuh pendongeng
waktu proses storytelling
berjalan dapat turut pula
mendukung menggambarkan jalan cerita yang lebih menarik. Cerita yang didongengkan
akan terasa berbeda jika pendongeng melakukan gerakan-gerakan
yang merefleksikan apa yang dilakukan tokoh-tokoh yang didongengkannya.
yang merefleksikan apa yang dilakukan tokoh-tokoh yang didongengkannya.
4) Suara
Tidak
rendahnya suara yang diperdengarkan dapat digunakan pendongeng
untuk membawa audience merasakan situasi dari
cerita yang didongengkan.
Pendongeng biasanya akan meninggikan intonasi suaranya untuk merefleksikan
cerita yang mulai memasuki tahap yang menegangkan. Kemudian kembali
menurunkan ke posisi datar saat cerita kembali pada situasi semula. Selain
itu, pendongeng profesional biasanya mampu menirukan suara-suara dari karakter
tokoh yang didongengkan. Misalnya suara ayam, suara pintu yang terbuka.
5) Kecepatan
Pendongeng
harus dapat menjaga kecepatan atau tempo pada saat storytelling. Jaga agar kecepatan dalam
berbicara selalu ada dalam tempo yang sama atau ajeg.
6) Alat Peraga
Untuk menarik minat
anak-anak dalam proses storytelling, perlu
adanya alat
peraga seperti misalnya boneka kecil yang dipakai di tangan untuk mewakili tokoh
yang sedang menjadi materi dongeng. Selain boneka, dapat juga dengan cara
memakai kostum-kostum hewan yang lucu, intinya membuat anak merasa ingin
tahu dengan materi dongeng yang akan disajikan.
c. Sesudah kegiatan storytelling selesai
Ketika proses storytelling
sudah selesai dilaksanakan, tibalah saatnya bagi pendongeng untuk
mengevaluasi cerita. Maksudnya, pendongeng menanyakan kepada audience tentang inti cerita yang
telah disampaikan dan nilainilai yang dapat diambil. Melalui cerita tersebut,
kita dapat belajar tentang apa saja? Setelah itu
pendongeng dapat mengajak audience untuk
gemar membaca dan merekomendasikan
buku-buku bacaan yang sesuai dengan tema yang tadi sudah
didongengkan atau merekomendasikan buku-buku dengan tema lain yang isinya
menarik, sarat dengan nilai-nilai positif, dan sesuai dengan usia dan perkembangan
psikologis anak-anak.
2. Teknik dalam Storytelling
Berikut ini ada beberapa
teknik yang menjadi pengetahuan dasar kita bercerita kepada anak-anak:
a. Banyak membaca dari
buku-buku cerita atau dongeng yang benarbenar sesuai untuk anak-anak, serta
banyak membaca dari pengalaman atau kejadian sehari-hari yang pantas diberikan kepada anak-anak.
b. Biasakan untuk ngobrol
dengan anak karena dengan mengobrol kita bisa mengetahui dan
memahami gaya bahasa anak kita, istilah yang dia gunakan, serta sejauh mana
pemahamannya akan sesuatu.
c. Berikan penekanan pada
dialog atau kalimat tertentu dalam cerita yang kita bacakan atau kita
tuturkan, kemudian lihat reaksi anak. Ini untuk mengetahui apakah cerita
kita menarik hatinya atau tidak, sehingga kita bisa melanjutkannya
atau menggantinya dengan cerita yang lain.
d. Ekspresikan ungkapan emosi
dalam cerita, seperti marah, sakit, terkejut, bahagia, gembira
atau sedih agar anak mengenal dan memahami bentuk-bentuk
emosi. Bila perlu sertakan benda-benda tambahan seperti boneka,
bunga atau benda lain yang tidak membahayakan.
e. Berceritalah pada waktu
yang tepat, yaitu di waktu anak kita bias mendengarkan dengan baik,
sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam cerita bisa diserap
dengan baik.
dan tanpa sekat.
dan tanpa sekat.
3. Pihak yang terkait saat Storytelling
o
Pendongeng
Sang pendongeng harus mempunyai cerita yang bagus
2) Sang pendongeng harus menyukai dan menikmati cerita maupun
proses penyampaiannya
3) Berkaitan dengan isi cerita dan cara bercerita
4) Ikatan batin dengan anak-anak
5) Memperhatikan kebutuhan dan keinginan audiencenya
6) Menjadikan diri sebagai bagian dari audience
2) Sang pendongeng harus menyukai dan menikmati cerita maupun
proses penyampaiannya
3) Berkaitan dengan isi cerita dan cara bercerita
4) Ikatan batin dengan anak-anak
5) Memperhatikan kebutuhan dan keinginan audiencenya
6) Menjadikan diri sebagai bagian dari audience
o
Audience
-
Audio yaitu anak yang belajar dengan
menggunakan/mengandalkan pendengarannya
-
Visual yaitu anak yang belajar dengan menitikberatkan
ketajaman pengelihatan
-
Kinestetik, yitu anak yang memiliki gaya belajar kinestetik
mengharuskan anak tersebut menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu
agar ia bisa mengingatnya (audio dan visual).
BAB III
PEMAHASAN
MASALAH
A. Pengaruh Kegiatan Story Telling Terhadap
Pertumbuhan Minat Baca di TK Raudhatul Athfal Perwanida 3 Palembang
[5]Menyajikan storytelling yang menarik bagi anak-anak bukanlah
suatu hal yang
mudah untuk dilakukan. Terlebih lagi anak-anak hanya dapat berkonsentrasi mendengarkan cerita hanya dalam waktu
singkat, jika waktu mendongeng terlalu lama akan
membuat anak merasa cepat bosan dan tidak antusias lagi. Dengan adanya kegiatan storytelling tentu dapat memberikan pengaruh pada
anak. Kecerdasan bahasa dan minat membaca pada anak usia dini di TK Raudhatul
Athfal Perwanida 3 Palembnag saat ini sudah sangat maju. Pada saat melakukan
storytelling di TK Raudhatul Athfal Perwanida 3 Palembang, cerita yang kami
bawakan di dengarkan antusias dengan para guru dan juga peserta didik yang ada
disana. Mereka dengan seksama mendengarkan cerita yang kami sampaikan. Akan
tetapi diantara mereka ada juga ada yang tidak menyimak cerita yang kami
sampaikan, mereka ada yang asyik dengan mainan mereka dan ada juga yang
mengobrol dengan teman sebelahnya.
Permainan storytelling bertujuan untuk memperkenalkan
anak-anak agar lebih mencairkan suasana dalam merangsang minat baca di usia
dini. Pengaruh tersebut dapat berupa
pertumbuhan minat baca, hal inilah yang menarik untuk diteliti. Intinya adalah kebiasaan membaca
sejak kecil akan memperkaya wawasan anak yang bermuara pada jati diri manusia
yang lebih berkualitas. Salah satu kegiatan yang bisa mengembangkan kecerdasan
bahasa anak adalah storytelling. Dalam kegiatan ini suatu proses kreatif
anak-anak yang dalam perkembangannya, senantiasa mengaktifkan bukan hanya aspek
intelektual saja tetapi juga aspek kepekaan, kehalusan budi, emosi, seni, daya
berfantasi, dan imajinasi anak yang tidak hanya mengutamakan 3 kemampuan otak
kiri tetapi juga otak kanan. Berbicara mengenai metode ini dapat dilihat bahwa
secara umum semua anak-anak senang mendengarkan cerita pada saat kegiatan
pembelajaran berlangsung didalam kelas.
Untuk menjadikan anak memiliki budaya
baca yang baik, maka perlu
melakukan pembinaan minat baca anak. Pembinaan minat baca anak merupakan langkah awal sekaligus cara yang efektif menuju bangsa berbudaya baca[6]. Masa anak-anak merupakan masa yang tepat untuk menanamkan sebuah kebiasaan, dan kebiasaan ini akan tumbuh dewasa kelak Pembinaan minat baca anak merupakan modal dasar untuk memperbaiki
kondisi minat baca masyarakat, salah satu cara dalam rangka menumbuhkan minat baca anak sejak dini adalah dengan memperkenalkan kegiatan storytelling. Dalam storytelling terdapat pesan moral yang dalam dan komprehensif, sehingga cerita bisa dijadikan cara mendidik yang tanpa disadari anak.
melakukan pembinaan minat baca anak. Pembinaan minat baca anak merupakan langkah awal sekaligus cara yang efektif menuju bangsa berbudaya baca[6]. Masa anak-anak merupakan masa yang tepat untuk menanamkan sebuah kebiasaan, dan kebiasaan ini akan tumbuh dewasa kelak Pembinaan minat baca anak merupakan modal dasar untuk memperbaiki
kondisi minat baca masyarakat, salah satu cara dalam rangka menumbuhkan minat baca anak sejak dini adalah dengan memperkenalkan kegiatan storytelling. Dalam storytelling terdapat pesan moral yang dalam dan komprehensif, sehingga cerita bisa dijadikan cara mendidik yang tanpa disadari anak.
B.
Pengaruh Yang Signifikan Dari Kegiatan Story Telling Dalam
Meningkatkan Daya Konsentrasi pada Siswa di TK Raudhatul Athfal Perwanida 3
Palembang
Kami bisa mengetahui sort
term memory anak, dimana para peserta didik tidak bisa mengingat
semua jalan cerita yang telah kami berikan. Ketika kami menyakan kepada peserta
didik tentang jalan yang sudah kami ceritakan sebelumnya, kami harus membantu
dengan menyebutkan kata yang tidak lengkap untuk membantu mereka mengingat
cerita tersebut.
Dan juga setelah kami
selesai bercerita, kami mencoba menanyakan pesan moral yang terkandung di dalam
cerita yang telah kami sampaikan kepada mereka. Seperti contoh dongeng yang
saya ceritakan dengan judul “Keledai Bekulit Singa” pesan moral yang dapat di
ambil yaitu kita sejak usia dini telah di ajarkan untuk selalu berbuat jujur,
yang dalam artiannya di sini bahwa kita tidak boleh melakukan kebohongan
sedikit pun. Dengan siapapun kita harus tetap berperilaku jujur. Karena sekecil
apapun kebohongan yang kita lakukan pastilah akan di ketahui juga. Pada pencapaian
pesan moral ini kami tidak mengetahui apakah peserta didik yang ada di TK
Raudhatul Athfal Perwanida 3 Palembang akan selalu bersikap jujur atau tidak . Tetapi, kami sangat menekankan
agar seorang anak terus di latih untuk bersikap jujur kepada siapapun dan juga
dimanpun ia berada.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Menyajikan storytelling yang menarik bagi anak-anak bukanlah
suatu hal yang
mudah untuk dilakukan. Terlebih lagi anak-anak hanya dapat berkonsentrasi mendengarkan cerita hanya dalam waktu
singkat, jika waktu mendongeng terlalu lama akan
membuat anak merasa cepat bosan dan tidak antusias lagi. Dengan adanya kegiatan storytelling tentu dapat memberikan pengaruh pada
anak. Kecerdasan bahasa dan minat membaca pada anak usia dini di TK Raudhatul
Athfal Perwanida 3 Palembang saat ini sudah sangat maju.
Kami bisa mengetahui sort
term memory anak, dimana para peserta didik tidak bisa mengingat
semua jalan cerita yang telah kami berikan. Ketika kami menyakan kepada peserta
didik tentang jalan yang sudah kami ceritakan sebelumnya, kami harus membantu
dengan menyebutkan kata yang tidak lengkap untuk membantu mereka mengingat
cerita tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto, A. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Asfandiyar, A. Y. 2007. Cara Pintar Mendongeng. Jakarta: Mizan
Bachri, S. 2005. Pengembangan
Kegiatan Bercerita, Teknik dan Prosedurnya.
Jakarta: Depdiknas.
Bunanta, M. 2009. Buku, Dongeng,
dan Minat Baca. Jakarta: Murti Bunanta
Foundation.
Gardner,
Howard, 2008. Kenalilah Tipe Gaya Belajar Kita. Universitas Bangka Belitung.
https://www.ilmubahasainggris.com/story-telling-pengertian-tujuan-dan-generic-structure-dalam-bahasa-inggris-beserta-contohnya/ di
akses tanggal 27-11-2018 pukul 20.05 WIB
Ray. 2009. Budaya Membaca.
Tabloid Pendidikan Gocara Edisi Mei 2009
Tampubolon, 1993. Mengembangkan Minat dan Kebiasaan Membaca Pada Anak. Bandung: Angkasa
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Membaca Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa
Lampiran:
1. Cerita
yang di sampaikan
Keledai Berkulit Singa
Aku singa, aku raja rimba, aku kucing yang sangat besar.
Aku
berambut panjang, gigi-gigiku tajam. Aku singa si raja rimba.
Pada zaman dahulu hiduplah seekor kedelai…. Eh keeledai. Hiduplah
seekor keledai. Ia berjaan mengelilingi hutan sambil bernyayi. “Bum sak
kilak-lak bum bum” 3x. Dan tiba-tiba ternyata keledai menemukan sesuatu. Kira-kira
menemukan apa ya? Hmmm ternyata keledai menemukan kulit singa yang ditinggalkan
oleh pemburu di hutan. Lalu, keledai….. “Aaaa…haa aku puya ide, bagaimana jka
aku gunakan kulit singa ini pada tubuhku lalu akan ku takut-takuti
teman-temanku yang ada di htan ini. Ahaahaha aku suka ini , aku suka ini”.
Begitu kata keledai dan akhirnya keledai menggunakan kulit singa itu pada
tubuhnya.
Kemudian dia berjalan dan menakut-nakuti teman-temannya. Dia
berjalan dan dia merasa bahwa dia adalah seekor singa. Dengan gagah dia
berjalan sambil bernyayi dan mengeluarkan suara auangn singa yang mengerikan
Semua hewan yang ada di hutan berlarian ketakutan. “Lari….lariii….lariii….
Selamatkan hidupmu. Lari…lariiii.lariii….ada singa. Mereka semua berlarian
ketakutan, dan keledai “Aahahhaaha aku suka ini”. Begitu kata keledai. Kemudian
dia berjalan lagi sambil bernyanyi. “Bum sak-kilak bum bum” 3x.
Kemudian dia melihat ada seekor kelinci berada di bawah pohon. Lalu keledai mempunyai
ide kembali. “Ahaa… Aku ingin menakut-nakuti kelinci kelinci dengan suara
aunganku yang sangat keras”, begitu kata keledai. Dan akhirnya keledai pun
bersembunyi di bawah semak-semak. Kemudian keledai menakut-nakuti kelinci.
“Auuuuu…Auuuuuu…..Auuuuu….” Stttt…. Namun dia lupa bahwa dia seekor keledai dan
bukan seekor singa karena dia lupa tidak memakai kulit singanya. Lalu kelinci
pun berkata “ Ahahaahaha kamu ternyata keledai dan bukan seekor singa.
Teman-teman, ayo kesini, jangan takut, dia adalah seekor keldai dan bukan
singa. Ahahaa ahahah haaha”. Nah begitu, hingga akhirnya keledai pun malu dan
semua teman-temannya kembai berkumpul dan menertetawakan keledai bersama-sama.
Pesan moral :
Kita
tidak boleh berbohong kepada siapapun. Tanakan dalam diri kita sikap kejujuran.
Karena sekecil apapun kebohongan yang kita sembunyikan pasti akan di ketahui.
2. Dokumentasi
Gambar 1. Ruang kelas TK Raudhatul Athfal Perwanida 3 Palembang
[5] Tampubolon, 1993. Mengembangkan Minat dan Kebiasaan Membaca Pada Anak. (Bandung: Angkasa). Hlm 106
[6] Tarigan, Henry Guntur. 1985. Membaca Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa.( Bandung: Angkasa). Hlm 98
Komentar
Posting Komentar